SUKU GORONTALO
Dirangkum oleh: Ariel
Pendahuluan/Sejarah
Suku
Gorontalo merupakan penghuni asli bagian Utara Pulau Sulawesi, tepatnya
di provinsi Gorontalo, provinsi ke-32 Indonesia, yang pada tahun 2000
memekarkan diri dari provinsi Sulawesi Utara. Hari ini, jumlah etnis
Gorontalo diperkirakan lebih dari 1 juta orang atau merupakan penduduk
mayoritas (90%) di Tanah Gorontalo. Sementara, sejumlah etnis lainnya
yang merupakan minoritas adalah suku Suwawa, suku Bone, suku Atinggola
dan suku Mongondow. Masyarakat Gorontalo berbicara dalam bahasa
Gorontalo. Selain bahasa Gorontalo, terdapat juga beberapa bahasa lain
yang sering dianggap sebagai dialek bahasa Gorontalo, yakni bahasa
Suwawa dan bahasa Atinggola. Bahasa Gorontalo sendiri sekarang banyak
mengalami asimilasi dengan bahasa Manado (Melayu Manado), yang juga
banyak diadopsi dalam keseharian masyarakat Gorontalo.
Kehidupan Mereka
Sistem
kekerabatan masyarakat Gorontalo yang beraneka ragam profesi dan
tingkat sosial tidak menjadi penghalang untuk tetap hidup dalam suasana
kekeluargaan. Hal ini menjadi penyebab utama mengapa masyarakat
Gorontalo selalu hidup rukun dan tidak pernah terjadi bentrok/konflik
yang berskala besar.
Kepercayaan dan Adat Istiadat
Mayoritas
masyarakat suku Gorontalo adalah pemeluk agama Islam (98,81%). Agama
Islam sangat kuat diyakini oleh masyarakat suku Gorontalo. Beberapa
tradisi adat suku Gorontalo terlihat banyak mengandung unsur islami.
Kebudayaan mereka berdasar pada nilai-nilai agama mereka, maka jangan
heran mereka dikenal sebagai suku yang religius. Hanya sebagian kecil
saja yang memeluk agama lain di luar Islam. Kendati telah lama memeluk
Islam, sisa-sisa corak keyakinan lokal masih bisa terasa dari
kepercayaan sebagian kalangan terhadap makhluk-makhluk halus dan
ritus-ritus upacara yang berbau adat.
Suku Gorontalo memiliki banyak sekali tradisi, beberapa tradisi yang terkenal adalah sebagai berikut:
1. Upacara perkawinan.
Upacara
perkawinan berlangsung di dua tempat, yaitu di tempat keluarga mempelai
pria dan wanita. Pesta tersebut selalu berlangsung meriah sampai
berhari-hari. Beberapa hari sebelum pesta, semua keluarga dan kerabat,
baik ibu-ibu maupun bapak-bapak, telah datang berkumpul untuk membantu
pelaksanaan pesta tersebut. Mereka selalu datang beramai-ramai. Dalam
pesta itu, mempelai pria dan wanita menggunakan pakaian adat Bili'u, dan
tempat pelaminan juga dihias menggunakan adat Gorontalo. Biasanya,
pesta akan berlangsung selama 3 hari dan masing-masing mempunyai sebutan
yang berbeda setiap hari.
2. Nujuh bulanan atau dalam bahasa Gorontalo "Tondhalo".
Tondhalo
ini dilaksanakan pada usia kandungan 7 bulan, dilaksanakan pada pagi
hari dengan pesta yang meriah, yang tentunya sangat berbeda dengan
upacara nujuh bulan pada umumnya. Baik si ibu jabang bayi maupun suami,
sama sama menggunakan pakaian adat dan menyertakan seorang anak
perempuan kecil yang diusung oleh sang suami berkeliling rumah sebelum
masuk ke kamar menjumpai si ibu jabang bayi untuk memutus tali yang
melingkar di perut yang terbuat dari daun kelapa. Dalam upacara ini,
disediakan berbagai jenis makanan yang dihidangkan di atas 7 buah baki,
kemudian makanan tersebut dibagi-bagikan kepada para undangan, termasuk
anak perempuan kecil yang diusung oleh sang suami calon ayah dari jabang
bayi.
3. Aqiqah.
Upacara Aqiqah biasanya dilaksanakan 1
bulan atau 40 hari usia anak yang baru dilahirkan. Akan tetapi, ada
sebagian masyarakat yang melaksanakan aqiqah lebih awal, bahkan ada yang
lebih dari 40 hari bergantung kepada kemampuan orang tua si anak.
Upacara aqiqah untuk suku Gorontalo tentu berbeda dengan yang
dilaksanakan pada umumnya. Pada zaman dulu, para orangtua melaksanakan
upacara aqiqah itu pada 7 hari setelah anak dilahirkan, yang disertai
dengan upacara naik ayunan atau yang disebut "buye buye". Pada upacara
ini sekaligus dilaksanakan sunat bagi anak perempuan.
4. Khitanan dan beat.
Meskipun
kemajuan teknologi telah merambah ke seluruh pelosok Gorontalo, tetapi
adat istiadat yang telah ada sejak zaman nenek moyang tetap terpelihara
dengan baik. Berbagai upacara adat masih tetap dilaksanakan, misalnya
upacara Khitanan bagi anak laki-laki dan Beat bagi anak perempuan. Dalam
upacara ini, masih ada sebagian masyarakat yang menggunakan alat
tradisional untuk mengkhitan anak laki-laki. Namun, seiring dengan
kemajuan teknologi dan mengurangi risiko yang dapat berakibat fatal,
maka saat ini telah terjadi pergeseran dengan menggunakan alat yang
lebih modern dengan menggunakan tenaga dokter. Khusus upacara Beat untuk
anak perempuan yang telah aqil baligh, adat tersebut masih tetap
dilakukan. Demikian beberapa adat dan kebiasaan yang terus dipertahankan
hingga saat ini meski di tengah banyak perubahan yang terjadi mengikuti
perkembangan zaman yang makin canggih ini.
Pokok Doa :
1. Berdoalah kepada Tuhan Yesus agar masyarakat suku Gorontalo bisa mengenal Injil dan percaya kepada Kristus.
2.
Berdoalah bagi para hamba Tuhan di Gorontalo supaya mereka terus
memiliki hati yang mengasihi jiwa-jiwa yang terhilang di suku tersebut.
3. Berdoalah supaya kuasa Allah menghancurkan setiap tembok penghalang pemberitaan Injil di suku Gorontalo.
Dirangkum dari:
1. Editor Kebudayaan Indonesia. "Suku Gorontalo". Dalam http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1252/suku-gorontalo
2. Dewa. "Kebiasaan Hidup Bermasyarakat Suku Gorontalo". Dalam https://dewaarka.wordpress.com/2009/11/24/kebiasaan-%E2%80%93kebiasaan-hidup-bermasyarakat-suku-gorontalo/
3. _____. "Gorontalo". Dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Gorontalo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar