JUTAAN ORANG SEDANG BERGERAK: HIJRAH IMAN?
Oleh Steve Cochrane
Perpindahan
penduduk yang terdiri dari jutaan umat Muslim dan Kristen, khususnya
dari Syria dan Irak, merupakan gambaran dari salah satu peristiwa
terpenting pada abad 21 ini. Dipicu oleh perang sipil di Syria yang
sekarang memasuki tahun ke-5, lebih dari empat juta pengungsi telah
mencari tempat yang aman di negara-negara sekitar kawasan itu dan juga
di negara-negara Barat. Dua juta orang telah meninggalkan Irak dan 1,9
juta lainnya terlantar sebagai pengungsi di dalam negeri. Kesengajaan
meninggalkan tanah air ini sejajar dengan apa yang pernah terjadi pada
tiga komunitas iman bangsa Semitik: Yudaisme, Kristen, dan Islam.
Abraham meninggalkan tanah kelahirannya menuju Ur di Mesopotamia, Musa
memimpin orang Israel keluar dari Mesir, dan Yesus sebagai bayi, dibawa
orangtua-Nya ke Mesir, melarikan diri dari Herodes. Itu semua adalah
sebagian dari sekian banyak peristiwa kegerakan yang terjadi di dalam
sejarah bangsa Yahudi dan Kristen.
Di dalam Islam, ada juga
gagasan tentang perjalanan iman, yang dalam bahasa Arab disebut dengan
"hijra". Secara harafiah, hijra berarti "perpindahan" atau "perjalanan".
Gagasan tentang "hijra" dapat ditelusuri ke belakang pada penyingkiran
Muhammad bersama dengan para pengikut setianya dari Mekah menuju Medinah
pada tahun 622. Hijra disebabkan oleh penganiayaan karena penguasaan
para saudagar Mekah, dan berakibat pada terjadinya konsolidasi komunitas
Muslim yang pertama. Ini juga menjadi tahun permulaan yang menandai
sejarah Islam, dengan penulisan penanggalan A.H. (After Hijra; Setelah
Hijrah).
Satu lagi konsep serupa di dalam Islam tampak di dalam
salah satu dari Lima Pilar Islam, yaitu Naik haji. Naik Haji artinya
"perjalanan ziarah", hal ini menunjuk kepada suatu perjalanan yang wajib
dilakukan seorang Muslim dalam hidupnya menuju kota suci Mekah. Dua
konsep tentang "hijra" dan "haji", meskipun serupa, tetapi juga ada
sedikit perbedaan. Keduanya dilakukan atas dasar iman, keduanya mencakup
tindakan meninggalkan negeri kelahiran untuk suatu tujuan yang
disengaja. Akan tetapi, di dalam hijra terkandung pengertian perpindahan
dalam waktu yang lebih lama, bahkan mungkin perpindahan itu akan
berlangsung sepanjang sisa kehidupannya di dunia ini.
Muhammad
dan para sahabatnya memang kembali dengan kemenangan ke Mekah pada tahun
630 setelah delapan tahun di Medinah. Bagi kebanyakan pengungsi yang
telah meninggalkan tanah airnya, tidak ada yang bisa menjanjikan bahwa
suatu saat akan kembali pulang. Seberapa banyak di antara mereka
menganggap perpindahan (selaku 'hijra') itu penting bagi iman mereka?
Tentu tidak ada kepastian, tetapi hidup dengan realitas dimensi rohani
dapat memberikan dorongan semangat untuk menghadapi pergumulan mereka.
Pertanyaan lain untuk disimak adalah bagaimana jika dilihat dari sudut
pandang masyarakat, khususnya di Barat, yang menampung para pengungsi
ini. Apakah 'hijra' iman ini mencakup keinginan untuk mempertobatkan
orang Eropa dan orang Barat lainnya untuk masuk Islam melalui sarana
mendapatkan visa dan tinggal di sana? Hijra Nabi Muhammad yang
meninggalkan Mekah tentu dimaksudkan untuk melarikan diri dari
penganiayaan dan untuk memperkuat Islam. Itu juga mencakup keinginan
untuk mempertobatkan penduduk Medina yang memberikan tanggapan.
Tetapi
keprihatinan tentang apakah para pengungsi Muslim tersebut akan
berusaha untuk mempertobatkan orang lain, atau bahkan terlibat dalam
aktivitas terorisme, sebagaimana diperingatkan oleh beberapa orang, itu
semua harus disikapi dalam keramahan iman yang murah hati dari sisi
mereka yang menerima umat Muslim (juga umat Kristen) ini, baik yang dari
Timur Tengah maupun dari Afrika Utara. Meskipun mereka datang dengan
berbagai macam motivasi, tetapi jutaan migran ini adalah "true hijras",
para Pengelana Sejati. Seorang penulis Muslim berkebangsaan Mesir
mendefinisikan 'true hijra' (pengelana sejati) sebagai seseorang yang
sedang mengarungi lima area kehidupan yang penting. Pertama, mereka
memiliki iman yang kuat, yang bahkan dalam penderitaan berat pun tetap
percaya dan mengandalkan Tuhan. Kedua, ada pengetahuan/kesadaran bahwa
dalam perjalanan ini terdapat suatu tujuan, dan perjalanan ini bukannya
tanpa makna. Ketiga, pengelana sejati terus melakukan kebiasaan rutin
dan aktivitas peribadatan di tanah air mereka yang baru. Keempat, ada
kerinduan yang terus-menerus kepada Tuhan, yang tidak akan hanyut oleh
tekanan-tekanan sosial di sekelilingnya. Dan, yang terakhir, ada satu
tekad yang kuat untuk mempertahankan kehidupan yang benar di lingkungan
yang baru.
Lima tanda seorang pengelana sejati ini tentu saja
bersesuaian juga dengan seseorang yang menganut Yudaisme atau pemeluk
iman Kristen. Bagi ketiga agama tersebut, konsep hijra atau perjalanan
iman yang akan berlangsung seumur hidup dan bahkan hingga kekekalan ini
merupakan sebuah realitas yang secara umum diakui. Gagasan tentang
pengelana sejati ini menyediakan jembatan yang lain antara ketiga agama
ini yang sedemikian dibutuhkan dalam konteks abad 21 ini.
Steve
Cochrane telah terlibat dalam 30 Hari Doa sejak dari mulanya. Ia adalah
seorang sejarawan, utusan Injil, dan futuris. Ia membuka situs di:
stevecochrane823.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar