Jumat, 17 Juni 2016

JUTAAN ORANG SEDANG BERGERAK: HIJRAH IMAN?

JUTAAN ORANG SEDANG BERGERAK: HIJRAH IMAN?
Oleh Steve Cochrane

Perpindahan penduduk yang terdiri dari jutaan umat Muslim dan Kristen, khususnya dari Syria dan Irak, merupakan gambaran dari salah satu peristiwa terpenting pada abad 21 ini. Dipicu oleh perang sipil di Syria yang sekarang memasuki tahun ke-5, lebih dari empat juta pengungsi telah mencari tempat yang aman di negara-negara sekitar kawasan itu dan juga di negara-negara Barat. Dua juta orang telah meninggalkan Irak dan 1,9 juta lainnya terlantar sebagai pengungsi di dalam negeri. Kesengajaan meninggalkan tanah air ini sejajar dengan apa yang pernah terjadi pada tiga komunitas iman bangsa Semitik: Yudaisme, Kristen, dan Islam. Abraham meninggalkan tanah kelahirannya menuju Ur di Mesopotamia, Musa memimpin orang Israel keluar dari Mesir, dan Yesus sebagai bayi, dibawa orangtua-Nya ke Mesir, melarikan diri dari Herodes. Itu semua adalah sebagian dari sekian banyak peristiwa kegerakan yang terjadi di dalam sejarah bangsa Yahudi dan Kristen.

Di dalam Islam, ada juga gagasan tentang perjalanan iman, yang dalam bahasa Arab disebut dengan "hijra". Secara harafiah, hijra berarti "perpindahan" atau "perjalanan". Gagasan tentang "hijra" dapat ditelusuri ke belakang pada penyingkiran Muhammad bersama dengan para pengikut setianya dari Mekah menuju Medinah pada tahun 622. Hijra disebabkan oleh penganiayaan karena penguasaan para saudagar Mekah, dan berakibat pada terjadinya konsolidasi komunitas Muslim yang pertama. Ini juga menjadi tahun permulaan yang menandai sejarah Islam, dengan penulisan penanggalan A.H. (After Hijra; Setelah Hijrah).

Satu lagi konsep serupa di dalam Islam tampak di dalam salah satu dari Lima Pilar Islam, yaitu Naik haji. Naik Haji artinya "perjalanan ziarah", hal ini menunjuk kepada suatu perjalanan yang wajib dilakukan seorang Muslim dalam hidupnya menuju kota suci Mekah. Dua konsep tentang "hijra" dan "haji", meskipun serupa, tetapi juga ada sedikit perbedaan. Keduanya dilakukan atas dasar iman, keduanya mencakup tindakan meninggalkan negeri kelahiran untuk suatu tujuan yang disengaja. Akan tetapi, di dalam hijra terkandung pengertian perpindahan dalam waktu yang lebih lama, bahkan mungkin perpindahan itu akan berlangsung sepanjang sisa kehidupannya di dunia ini.

Muhammad dan para sahabatnya memang kembali dengan kemenangan ke Mekah pada tahun 630 setelah delapan tahun di Medinah. Bagi kebanyakan pengungsi yang telah meninggalkan tanah airnya, tidak ada yang bisa menjanjikan bahwa suatu saat akan kembali pulang. Seberapa banyak di antara mereka menganggap perpindahan (selaku 'hijra') itu penting bagi iman mereka? Tentu tidak ada kepastian, tetapi hidup dengan realitas dimensi rohani dapat memberikan dorongan semangat untuk menghadapi pergumulan mereka. Pertanyaan lain untuk disimak adalah bagaimana jika dilihat dari sudut pandang masyarakat, khususnya di Barat, yang menampung para pengungsi ini. Apakah 'hijra' iman ini mencakup keinginan untuk mempertobatkan orang Eropa dan orang Barat lainnya untuk masuk Islam melalui sarana mendapatkan visa dan tinggal di sana? Hijra Nabi Muhammad yang meninggalkan Mekah tentu dimaksudkan untuk melarikan diri dari penganiayaan dan untuk memperkuat Islam. Itu juga mencakup keinginan untuk mempertobatkan penduduk Medina yang memberikan tanggapan.

Tetapi keprihatinan tentang apakah para pengungsi Muslim tersebut akan berusaha untuk mempertobatkan orang lain, atau bahkan terlibat dalam aktivitas terorisme, sebagaimana diperingatkan oleh beberapa orang, itu semua harus disikapi dalam keramahan iman yang murah hati dari sisi mereka yang menerima umat Muslim (juga umat Kristen) ini, baik yang dari Timur Tengah maupun dari Afrika Utara. Meskipun mereka datang dengan berbagai macam motivasi, tetapi jutaan migran ini adalah "true hijras", para Pengelana Sejati. Seorang penulis Muslim berkebangsaan Mesir mendefinisikan 'true hijra' (pengelana sejati) sebagai seseorang yang sedang mengarungi lima area kehidupan yang penting. Pertama, mereka memiliki iman yang kuat, yang bahkan dalam penderitaan berat pun tetap percaya dan mengandalkan Tuhan. Kedua, ada pengetahuan/kesadaran bahwa dalam perjalanan ini terdapat suatu tujuan, dan perjalanan ini bukannya tanpa makna. Ketiga, pengelana sejati terus melakukan kebiasaan rutin dan aktivitas peribadatan di tanah air mereka yang baru. Keempat, ada kerinduan yang terus-menerus kepada Tuhan, yang tidak akan hanyut oleh tekanan-tekanan sosial di sekelilingnya. Dan, yang terakhir, ada satu tekad yang kuat untuk mempertahankan kehidupan yang benar di lingkungan yang baru.

Lima tanda seorang pengelana sejati ini tentu saja bersesuaian juga dengan seseorang yang menganut Yudaisme atau pemeluk iman Kristen. Bagi ketiga agama tersebut, konsep hijra atau perjalanan iman yang akan berlangsung seumur hidup dan bahkan hingga kekekalan ini merupakan sebuah realitas yang secara umum diakui. Gagasan tentang pengelana sejati ini menyediakan jembatan yang lain antara ketiga agama ini yang sedemikian dibutuhkan dalam konteks abad 21 ini.

Steve Cochrane telah terlibat dalam 30 Hari Doa sejak dari mulanya. Ia adalah seorang sejarawan, utusan Injil, dan futuris. Ia membuka situs di: stevecochrane823.com

Tidak ada komentar: