Edisi Juni 2017, Vol. 09 No. 136 |
Salam kasih,
Sudahkah gereja
kita memiliki budaya berdoa syafaat? Berdoa syafaat adalah hal yang
sangat vital dalam kehidupan bergereja dan berjemaat. Dalam doa syafaat,
kita saling menopang dan mendukung dalam pengakuan akan keterbatasan
kita kepada Allah. Itulah inti dari menjadi tubuh Kristus dan pengikut
Kristus. Kita mempraktikkan kasih bukan hanya dalam perbuatan dan apa
yang kita lakukan bagi sesama, melainkan juga dalam doa syafaat. Kita
mungkin memiliki keterbatasan, tetapi dengan membawanya ke dalam doa dan
permohonan, keterbatasan itu akan menyentuh dimensi kemungkinan yang
tak terbatas di tangan Allah. Jika berdoa syafaat belum menjadi budaya
atau kebiasaan kita, mari kita memulainya dari sekarang, dan rasakan
kuasa Allah bekerja melalui doa-doa yang kita naikkan. Selamat membaca
edisi kami bulan ini, dan mari menjadi pendoa-pendoa syafaat bagi sesama
dan dunia.
|
ARTIKEL
Apakah Anda Memiliki Budaya Doa atau Program Doa di Gereja Anda?
Apakah Gereja Anda Mendorong Budaya Doa atau Program Doa?
Saya ingin membagikan sesuatu yang saya dengar dari mentor saya, Daniel Hender dari 6:4 Fellowship, yang tinggal cukup jauh dari saya.
Dia
berbicara tentang pentingnya membangun budaya doa di gereja, lebih dari
sekadar membuat program doa. Saya merenungkan hal itu, dan ternyata ada
perbedaan yang sangat penting di antara keduanya. Budaya doa akan
sangat bermanfaat. Berikut ini adalah beberapa alasannya.
1. Budaya doa memengaruhi semua orang, bukan hanya orang-orang yang ada dalam "pelayanan doa". Dengan membangun budaya doa, Anda menumbuhkan kebiasaan berdoa
dalam pelayanan pria, kelompok pemuda, dan pelayanan anak. Hal tersebut
akan memberdayakan kehidupan mereka. Apalagi, jika Anda berada di
sebuah gereja kecil. Anda tidak lagi perlu membuat suatu program yang
benar-benar baru karena Anda tinggal mempertahankan program gereja yang
sudah ada.
Ketika saya
berkeliling menjadi pembicara di gereja-gereja, salah satu hal yang
sering kali saya jumpai adalah orang-orang Kristen yang enggan berdoa.
Saya sering mengatakan bahwa doa bukan hanya milik orang-orang Kristen
yang punya iman besar. Intimidasi ini muncul karena stigma orang-orang
bahwa sudah ada tim pendoa khusus yang berdoa, dan sisanya adalah
orang-orang Kristen lain yang sebatas didoakan. Tim pendoa dibentuk
karena beberapa alasan, misalkan untuk melatih mereka bertanggung jawab
atas keselamatan yang telah mereka peroleh. Akan tetapi, kita juga harus
menyampaikan bahwa salah satu alasan mengapa tim doa dibentuk bukanlah
karena orang Kristen tidak bisa berdoa bagi dirinya sendiri.
2. Budaya doa meningkatkan momentum agar budaya doa tersebut bisa semakin berkembang.
Anda bisa mengambil waktu tambahan untuk berdoa pada pertemuan majelis
gereja guna mencontohkan kehidupan doa. Dengan berdoa, Anda membangun kepemimpinan yang berdoa.
Ketika Anda sudah melakukan suatu pelayanan, maka sudah sewajarnya Anda
berdoa bagi pelayanan tersebut. Tindakan ini juga akan membawa berkat.
Tujuan Anda berikutnya adalah mencetak pemimpin-pemimpin pelayanan yang
secara spontan mengambil waktu untuk mendoakan satu sama lain dalam
kelompoknya, dan tidak hanya bergantung pada "kelompok-kelompok doa
elite". Dengan melakukan hal ini, Anda sedang melipatgandakan budaya
doa, bukan sekadar menambah jumlah doa di gereja Anda.
Cobalah memahami hal
ini seperti Anda sedang menyebarkan api "spiritual" di gereja Anda.
Jika doa hanya dipandang sebagai sebuah program, kita hanya menyebarkan
"api" tersebut pada satu bidang pelayanan gereja. Dengan mendorong
budaya berdoa di gereja, kita menyebarkan "api" tersebut ke mana-mana.
Pelayanan doa mulai terjadi dalam berbagai pelayanan di gereja, pada
tingkatan yang baru, dan pada akhirnya meluap ke mana-mana.
Jika Anda seorang
pendeta atau pemimpin, apa salah satu cara yang Anda lakukan untuk
membangun budaya berdoa di gereja Anda? Jika Anda belum menjadi seorang
pemimpin di gereja Anda, saya mendorong Anda untuk tidak segan membangun
kehidupan doa. Menyelamlah ke dalamnya dan lihatlah bagaimana doa
mengubah hidup Anda. (t/N. Risanti)
|
TIP
Sembilan Kualitas Seorang Pendoa Syafaat yang Efektif
*Seorang pengacara
yang baik memiliki kualitas pribadi dan kualitas kerja seperti di bawah
ini. Mari kita lihat bagaimana kualitas ini juga dapat membantu
menghasilkan pendoa syafaat yang baik.
1. Dedikasi.
Pendoa syafaat harus berkomitmen kepada Kristus, kepada orang lain, dan
pada tugas berdoa syafaat. Dedikasi adalah syarat mutlak. Phillips Brooks
pernah berkata, "Jika manusia adalah manusia dan Allah adalah Allah,
hidup tanpa doa bukan hanya hal yang mengerikan, itu suatu kebodohan."
2. Keandalan. Allah tidak mencari kemampuan kita, tetapi kerelaan kita. Daniel Paul Rader
pernah berkata, "Jika Anda bisa mengalahkan iblis dalam hal berdoa
secara teratur setiap hari, Anda bisa mengalahkan dia dalam hal apa pun.
Jika dia bisa mengalahkan Anda dalam hal berdoa, dia mungkin bisa
mengalahkan Anda dalam hal apa pun." Atau, sebagaimana seorang
pengkhotbah desa pernah berkata, "Jika hari-hari Anda dipenuhi dengan
doa, hari-hari Anda akan lebih baik."
3. Integritas. Dalam bukunya yang berjudul Beyond the Veil,
Alice Smith menulis, "Jika kita menerima tugas dari Tuhan, kita boleh
percaya bahwa Ia akan membangun integritas diri kita. Saya (Alice)
menyukai Mazmur 26:11-12
yang berbunyi, 'Namun, aku berjalan dalam ketulusan. Tebuslah aku dan
kasihani aku. Kakiku berdiri di atas tanah yang datar. Dalam
perkumpulan, aku akan memuji Tuhan.'”
"Interpretasi
saya demikian, 'Dalam semua tugas yang saya lakukan, saya akan berlaku
lurus dan memerhatikan kebenaran, kejujuran, keadilan, dan belas
kasihan. Saya tidak akan membuat rencana jahat atau mementingkan diri
sendiri. Saya akan setia kepada kebenaran Firman. Saya akan menjalani
kehidupan yang bertanggung jawab, baik secara pribadi maupun di depan
umum. Saya berdiri kokoh pada prinsip-prinsip perilaku yang tepat, dan
saya tidak akan menyimpang.'"
4. Objektivitas dan empati. Objektivitas dan empati adalah dua hal yang perlu disikapi dengan bijak. Keduanya diperlukan, tetapi harus tetap seimbang.
Jika kita seorang
pendoa syafaat yang berempati, yang tidak dapat bersikap objektif ketika
berdoa, kita akan larut dalam emosi dan pada akhirnya merasa terbebani
dengan permohonan doa yang harus kita tanggung. Ingat kata-kata dari
lagu lama berjudul Leave It There (Tinggalkan di sana - Red.) oleh Charles Albert Tindley: "Bawa beban Anda kepada Tuhan dan tinggalkan di sana".
Di sisi lain, jika
kita pendoa syafaat yang bisa bersikap objektif, tetapi tidak memiliki
empati, tidak dapat merasakan kebutuhan mereka yang kita doakan,
kehidupan doa kita akan terasa membosankan dan akhirnya kering.
5. Kebaikan hati. Seorang pendoa syafaat perlu memiliki kebaikan hati, seperti yang digambarkan oleh kisah berikut.
Seorang pria tua
membawa sebuah kaleng minyak kecil ke mana pun dia pergi. Jika ia
melewati pintu dengan engsel berderit, ia mengoleskan sedikit minyak
pada engsel tersebut. Jika pintu itu sulit dibuka, ia menuangkan sedikit
minyak pada kaitnya.
Setiap hari, ia
menemukan berbagai cara untuk bisa menggunakan minyak di sakunya bagi
kepentingan orang lain. Para tetangga mengira dia eksentrik, tetapi dia
tetap melakukannya. Melakukan dengan semua kekuatannya untuk melumasi
tempat yang kaku dan membuat hidup orang lain menjadi lebih mudah dan
lebih menyenangkan.
Apakah kita juga
membawa "minyak kebaikan"? Ketika lalu lintas macet, ketika bertemu
pramuniaga toko yang kasar, atau menerima keputusan yang buruk dari
atasan Anda, apakah Anda juga memberikan "minyak kesukaan"? Maju dan
lakukan! Ini akan membuat hari Anda berarti.
6. Disiplin.
Pendoa syafaat tidak akan berhasil tanpa menerapkan sikap disiplin.
Sikap disiplin sangatlah penting, seperti digambarkan dalam cerita
berikut ini.
Seorang
pengunjung di sebuah bengkel tembikar yang terkenal, terheran-heran
melihat sebuah pekerjaan yang seperti tanpa tujuan. Dalam satu ruangan,
ada gundukan tanah liat yang sedang diolah oleh seorang pekerja.
Sesekali, si pekerja mengambil palu besar dan menghunjamkan beberapa
pukulan dengan terampil di permukaan gundukan tanah liat tersebut. Rasa
ingin tahu membuatnya bertanya,
"Mengapa Anda melakukan itu?"
"Tunggu sebentar, Pak, dan lihatlah ini!" jawabnya.
Pengunjung menurut, dan segera puncak gundukan mulai mengembang dan membengkak. Gelembung-gelembung terbentuk di permukaannya.
"Sekarang, Anda
melihat," kata pembuat model dengan tersenyum. "Saya tidak pernah bisa
membentuk tanah liat ini menjadi sebuah vas jika gelembung-gelembung
udara tadi berada di dalamnya. Karena itu, secara bertahap saya
memukulnya keluar."
Bagi si pengunjung, hal itu terdengar seperti perumpamaan dalam Roma 5:3-5
(AYT), "Kesengsaraan menghasilkan ketekunan ... tahan uji ...
pengharapan." Bukankah disiplin hidup, yang terkadang begitu sulit untuk
ditanggung, adalah seperti pengosongan gelembung kesombongan dan
keinginan diri sendiri sehingga Sang Guru dapat membentuk sebuah bejana
guna menyimpan harta surgawi?
7. Kemampuan Memimpin. Dalam bukunya yang berjudul Wind and Fire, Bruce Larson menceritakan beberapa fakta menarik mengenai burung bangau.
"Burung-burung besar
ini, yang terbang dalam jarak jauh untuk mencapai benua lain, memiliki
tiga kualitas yang luar biasa. Pertama, mereka memimpin secara
bergantian. Seekor burung akan terbang di ujung formasi, tetapi tidak
akan berada di sana sepanjang waktu."
Kedua, mereka
memilih pemimpin yang dapat menghadapi turbulensi, dan selama seekor
burung memimpin di depan formasi, burung-burung lainnya menyuarakan
dukungan mereka untuk si pemimpin.
"Gereja bisa
mencontoh hal ini. Gereja membutuhkan pemimpin yang dapat menahan
guncangan, dan sadar bahwa kepemimpinan harus dibagi. Namun, lebih dari
semua itu, kita perlu sebuah gereja tempat kita semua bisa saling
mendukung."
Patut diingat pula
bahwa tugas-tugas doa kita juga sedang ditanggung oleh orang-orang
Kristen lainnya. Maka, mari kita menjaga hati kita terhadap perasaan
bahwa kita--dan doa kita--adalah "satu-satunya alasan" mengapa sesuatu
bisa terjadi.
Rasul Paulus
memperingatkan kita bahwa kita "jangan memikirkan hal-hal yang lebih
tinggi daripada yang harus ia pikirkan, tetapi supaya berpikir jernih
sesuai ukuran iman yang telah Allah berikan kepada setiap orang" (Roma 12:3, AYT).
8. Sikap moral yang tinggi.
Seorang biksu Buddha di Sri Lanka, yang mempelajari kekristenan dan
juga agama Buddha, suatu kali mendapat pertanyaan mengenai apa perbedaan
besar di antara kedua agama ini. Dia menjawab, "Ada banyak hal baik di
kedua agama ini dan mungkin di semua agama."
"Akan tetapi,
perbedaan terbesar di antara keduanya adalah bahwa Anda orang Kristen
tahu apa yang benar dan memiliki kekuatan untuk mengerjakannya,
sementara kami umat Buddha tahu apa yang benar, tetapi tidak memiliki
kekuatan untuk mengerjakan kebenaran itu."
Biksu itu benar.
Kemerdekaan sejati bukanlah hak untuk berbuat sekehendak hati kita. Itu
adalah kekuatan untuk melakukan apa yang benar!
Seorang pengacara
yang tinggal di dalam kamar di sebuah kuil bercerita tentang seorang
pria tua berambut abu-abu yang tinggal di kamar sebelahnya, yang
berlutut setiap malam dan menaikkan doanya dengan keras. Pembatas antara
kamar mereka tipis sehingga ia bisa mendengar perkataan orang tua itu
dengan cukup jelas. Dia sangat terkejut ketika mendengar pria tua itu
selalu memanjatkan doa ini, "Tuhan, jadikan saya anak yang baik."
Doanya mungkin
terdengar menggelikan. Akan tetapi, jika Anda merenungkan doa itu, Anda
akan tersentuh oleh keindahannya. Bertahun-tahun sebelumnya, ketika
masih kanak-kanak, orang tua itu menyandarkan diri di lutut ibunya. Sang
ibu mengajarkan doa ini, "Tuhan, jadikan saya anak yang baik."
Kemudian, selama
bertahun-tahun ia hidup dengan berbagai ujian, ia masih merasa perlu
menaikkan permohonan yang lama, dengan bahasa yang sederhana dari masa
kanak-kanaknya dan dengan mengetahui bahwa di mata Allah yang tak kenal
usia, ia masih anak-anak.
Pendoa syafaat yang
efektif harus hidup kudus dengan memiliki sikap moral yang tinggi, sama
seperti seorang pengacara yang baik harus menjadi pribadi yang memilki
sikap moral yang tinggi.
9. Seorang pemain dalam tim.
Membentuk jaringan pendoa syafaat adalah cara berdoa yang jarang
diterapkan. Di banyak tempat, doa syafaat dilakukan secara
sendiri-sendiri. Untungnya, gereja mulai menyadari pentingnya jaringan
pendoa syafaat!
Kami juga mulai membentuk jaringan pendoa syafaat. Kami menyadari bahwa semakin banyak kesaksian
yang kami miliki dalam persidangan, maka semakin kuat pula argumen
kami. Kami berterima kasih kepada 61 pendoa syafaat pribadi yang setia
mendoakan kami dan pelayanan kami. Kami menghargai setiap waktu yang
mereka pakai untuk mendoakan persidangan atas nama kami.
Kami tidak pernah
berhenti merasa kagum pada disiplin diri yang diterapkan oleh pendoa
syafaat. Kemampuan untuk bekerja dengan baik walau di bawah tekanan dan
bekerja tanpa menuntut pengakuan adalah anugerah terbesar yang Allah
berikan kepada mereka. Kepada pendoa syafaat, kami mengagumi kesetiaan
Anda untuk secara sukarela menghabiskan waktu Anda berdoa mewakili orang
lain.
Kita dapat mengalami transformasi dalam keluarga, kota, dan bangsa jika kita mau bekerja bersama-sama. (t/Jing-Jing)
Catatan: *Penulis adalah pengacara, dan ketika menulis artikel ini ia sedang menggunakan analogi cara kerja seorang pengacara.
|
Teknologi
terus berkembang dan telah menolong banyak aspek dalam kehidupan kita.
Kita percaya bahwa teknologi-teknologi ini tidak hanya menjadi berkat
bagi kita, bahkan bisa dipakai untuk memuliakan Allah. Itulah yang
menjadi visi dari gerakan Apps4God,
sebuah pelayanan yang rindu untuk mengajak orang-orang percaya
menggunakan teknologi untuk menolong pelayanan dan perluasan Kerajaan
Allah. Mari bergabung dengan komunitas Apps4God dan bersama-sama kita
akan saling berbagi informasi seputar perkembangan teknologi dan
memikirkan bagaimana kita bisa memakai teknologi tersebut untuk memberkati dan menolong orang-orang untuk mengenal Allah.
Tunggu apa lagi? Segera bergabung dengan komunitas Apps4God di:
|
Anda terdaftar dengan alamat: davebroos@yahoo.co.uk. Anda menerima publikasi ini karena Anda berlangganan publikasi e-Doa. |
||||
|
||||
Redaksi: N. Risanti, Margaretha I., dan Rostika Berlangganan | Berhenti | Arsip BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati © 2017 -- Yayasan Lembaga SABDA |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar