Rabu, 02 Juli 2014

SEJARAH KONFLIK DI SURIAH


SEJARAH KONFLIK DI SURIAH

Untuk berdoa, diperlukan pemahaman dan harus berurusan dengan akar sumbernya. Contoh yang diangkat hari ini berasal dari Suriah, tetapi pelajaran sejarahnya berlaku untuk seluruh bangsa di dunia Muslim.

Terima kasih kepada Konstantinus Agung, Kaisar Roma abad ke-4, karena Suriah dijadikan pusat kekristenan dunia. Dominasi itu tidak terpatahkan hingga abad ke-7 saat Islam mengambil alih kekuasaan. Suriah tetap menjadi negara Muslim dan menjadi bagian dari Kekaisaran Ottoman. Konflik di kawasan itu, yang terus berlanjut, sering kali tereflesikan dalam pemisahan antara Muslim Syiah dan Muslim Suni (di luar ruang lingkup pembahasan artikel ini).

Selama Perang Dunia I, Laurence dari Arabia berusaha membebaskan Suriah dari Kekaisaran Ottoman. Perancis turut campur tangan, memecah negeri itu dan memberikan kepada kaum Alawite yang minoritas (sebuah sekte dan aliran Syiah) kekuasaan atas Muslim Suni. Pada tahun 1946, Suriah meraih kemerdekaannya. Kemudian, seorang Muslim dari kaum Alawite bernama Assad menjadi sangat berpengaruh (arti namanya adalah "singa"). Pada tahun 1970, Assad merebut kekuasaan melalui kudeta dan membentuk negara polisi (police state) yang menindas. Muslim Suni (dari kelompok The Brotherhood) bersumpah untuk menghancurkan Assad.

Selama 30 tahun berikutnya dari kekuasaan Assad, kebencian kaum Muslim Suni semakin sengit terhadap Assad dan kaum Alawite. Hal ini menjelaskan sebagian konflik yang terjadi di Suriah dewasa ini. Assad juga membenci Israel. Pada tahun 1973, ia memerangi Israel, tetapi Israel memenangkan peperangan. Namun, Assad justru mengklaim bahwa perang itu memberi kebanggaan bagi Islam. Perang itu mencabik-cabik Lebanon, tetapi hal itu justru memberinya kekuatan, lebih banyak lagi sahabat, serta jalinan ikatan yang lebih erat dengan Rusia dan Iran. Ia meninggal pada tahun 2000.

Pada tahun yang sama, putranya yang bernama Bashar al-Assad menikahi seorang perempuan Suni. Timbul pengharapan bahwa presiden muda ini akan membawa perubahan. Namun sebaliknya, ia justru mengeksploitasi rakyat. Kekeringan dan ledakan jumlah penduduk semakin memperparah kemiskinan. Hingga tahun 2010, rakyat menderita karena penindasan. Akan tetapi, pemberontakan oleh mayoritas kaum Suni telah mencekam kaum Alawite yang minoritas. Jika Assad terguling, mereka (kaum Alawite) takut akan terjadi pembantaian. Ketakutan lain adalah negara-negara yang mayoritas penganut Suni akan bergabung dalam perang dan darah akan menggenangi seluruh kawasan itu.

Kita ingin fokus berdoa berkaitan dengan semua sejarah bangsa-bangsa yang kita ketahui. Kita menginginkan agar semua orang yang membutuhkan doa yang sangat serius sampai perubahan terjadi di negara tersebut. Seperti yang sudah kita lihat dengan negara lainnya yang terjadi di wilayah tersebut, perubahan tidaklah seketika menghasilkan stabilitas dan kebebasan untuk beribadah.

Satu keluarga duta Injil yang telah menyingkir dari Suriah menjelaskan pokok doa yang perlu dinaikkan sebagai berikut:
- Belajar bagaimana berdoa pada masa kini berdasarkan apa yang Alkitab katakan tentang masa lalu dan masa akan datang (Yesaya 17:1).
- Doa dan jeritan utama hati kita adalah bagi mereka yang "tak berdosa", yang tidak memiliki kesempatan untuk mendengar berita pendamaian.

POKOK DOA

1. Mari kita berdoa kepada Bapa di surga untuk benih-benih kekristenan yang masih tersisa di Suriah. Biarlah Roh Kudus yang akan menggerakkan dan senantiasa menolong mereka dalam bertumbuh dan memegang iman mereka dalam Kristus.

2. Dukunglah dalam doa kepada Kristus atas pengharapan akan perubahan yang diimpikan oleh pendudukan Suriah. Biarkan Tuhan memberikan angin perubahan dan memberi kesempatan bagi anak-anak-Nya untuk membuka ladang misi di sana.

3. Doakanlah dalam nama Yesus Kristus bagi penduduk di Suriah yang mengalami konflik, eksploitasi, kekeringan, dan kelaparan. Biarkan Tuhan Yesus Kristus yang akan menolong, memberikan sukacita, penghiburan, dan kekuatan untuk bertahan hidup kepada mereka.

Tidak ada komentar: