40 HARI MENGASIHI BANGSA DALAM DOA -- RABU, 31 JULI 2013
Kesaksian Duta Perdamaian di Dunia Islam
"Sebagai
seorang Muslim, dahulu saya sungguh-sungguh ingin mengenal Tuhan. Di
dalam Yesus, kini saya berjumpa dengan Tuhan sebagai Bapa surgawi yang
penuh kasih bagi saya. Dahulu, saya merindukan jaminan bahwa dosa-dosa
saya telah diampuni. Kini, di dalam Yesus saya tahu bahwa dosa-dosa saya
sudah diampuni. Dahulu, saya merindukan jaminan keselamatan kekal.
Kini, di dalam Yesus, saya tahu bahwa surga telah menjadi 'tujuanku'.
Saya sangat berterima kasih atas bagaimana Islam mempersiapkan saya
untuk mendengar dan percaya kepada Kristus."
Jika ada sukacita
besar di surga karena ada satu orang berdosa yang bertobat, surga juga
harus meledak dengan sukacita ketika ada seorang Muslim Somalia kembali
pulang. Ahmed Ali Haile (1953 -- 2011) adalah salah seorang Somalia yang
setia mengiring Yesus, Sang Raja Damai, sejak awal hingga akhir. Kisah
kehidupannya merupakan sebuah kesaksian yang menegangkan tentang kuasa
pemulihan Kristus di negeri padang gurun Afrika, yang terkoyak oleh
perang itu. Atas dasar kekukuhannya memegang erat kebenaran Alkitab dan
pengakuannya yang berani di depan publik untuk mengikut Yesus, dan
kemudian karena ketekunannya bertahun-tahun belajar Kitab Suci di
Amerika Serikat, maka pada awal tahun 1980-an, kembalilah Ahmed ke
Somalia, negeri kelahirannya yang terkoyak dan berlumuran darah. Segera,
ia bertekad membaktikan diri untuk menjadi pembawa damai di tengah
berkecamuknya pertikaian banyak pihak. Sebuah serangan roket di
Mogadishu yang ternoda darah, pada bulan Januari 1992, membuatnya
kehilangan salah satu kakinya. Namun, Tuhan secara ajaib menyelamatkan
nyawanya. Selama 20 tahun sisa hidupnya, Ahmed menjadi duta perdamaian
dunia. Ia terus bertanding dengan tekun, bahkan ketika ia harus berjuang
melawan kanker yang pada akhirnya mengantarnya hingga garis akhir.
Kata-kata
terakhirnya mengingatkan kita kembali pada didikan/asuhan yang
diterimanya sebagai seorang pengembara di Bulo Burte, di jantung
Somalia, tempat ia mengenal gereja sebagai sebuah pondok pengembara yang
mengikat semua beban menjadi satu pada tiang pancang utamanya. "Doa
saya adalah kiranya kisah tentang diri saya ini dapat membawa kemuliaan
bagi Yesus Kristus, yang adalah Tiang Pancang Utama bagiku, dan dapat
memberi dorongan semangat bagi gereja, yang adalah rumah bagiku."
Sumber:
Teatime in Mogadishu: Perjalananku sebagai Duta Perdamaian di Dunia
Islam. Herald Press, 2011. Dalam http://www.heraldpress.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar