Ditulis oleh: N. Risanti
Dalam sebuah lagu berbahasa Inggris berjudul "Count Your Blessings", terdapat lirik sebagai berikut: "If I am weary, I can't sleep, I count my blessings instead of sheep ... and I'll fall asleep, counting my blessings." (Jika
saya khawatir dan tidak dapat tidur, saya menghitung berkat saya dan
bukan menghitung domba, lalu saya akan tertidur ketika menghitung berkat
saya - Red.). Yah, lebih sering kita memikirkan hal-hal yang lain:
hal-hal yang tidak atau belum dapat kita raih, hal-hal duniawi,
berbagai keinginan atau hasrat untuk kepuasan diri, atau hanya terjebak
memikirkan situasi dan kondisi yang sedang terjadi. Jika saja setiap
hari kita mau menghitung apa saja yang sudah Tuhan berikan kepada kita
atau mengingat semua anugerah-Nya di sepanjang perjalanan hidup kita,
pastilah hidup dan pikiran kita akan dikuasai damai sejahtera dan sukacita, bukannya kepahitan atau keluhan demi keluhan.
Hal
yang sama juga terjadi pada bangsa Israel ketika mereka telah berhasil
keluar dari perbudakan di tanah Mesir. Dibanding bersyukur kepada Tuhan
atas pertolongan demi pertolongan yang telah diberikan-Nya, mereka malah
bersungut-sungut
dan menyesali keadaan yang terjadi. Ada banyak sekali ayat yang
menyatakan keluh kesah bangsa Israel selama perjalanan menuju ke tanah perjanjian
dalam kitab Keluaran dan Bilangan. Lalu, apa yang terjadi sebagai
akibat perilaku mereka yang kurang percaya tersebut? Amarah Tuhan
bangkit karena sungut-sungut mereka, bahkan hanya beberapa saja yang
akhirnya dapat memasuki tanah perjanjian, yaitu mereka yang setia dan
percaya akan janji dan kebaikan-Nya (Bilangan 11:1; Bilangan 14:27-35).
Sungut-sungut atau berkeluh kesah seperti yang ditunjukkan oleh bangsa
Israel, bahkan orang Farisi pada masa Perjanjian Baru menjadi bukti dari
kedegilan hati pribadi yang tidak mau memercayai Tuhan dengan sepenuh
hati. Mereka tidak mampu melihat karya-karya Tuhan dan senantiasa
mengandalkan pemikiran mereka sendiri yang sesungguhnya sangat sempit.
Tak heran, jika akhirnya kebaikan Tuhan tidak dapat terpancar dari
kehidupan orang-orang yang sulit bersyukur karena jika diri mereka
sendiri saja tidak mampu merasakan kebaikan dan anugerah Tuhan,
bagaimana mungkin mereka dapat menjadi jalan berkat bagi orang lain?
Yesus
berkata, "... janganlah kamu mempersoalkan apa yang akan kamu makan
atau apa yang akan kamu minum dan janganlah cemas hatimu. Semua itu
dicari bangsa-bangsa di dunia yang tidak mengenal Allah" (Lukas 12:39-40).
Dan, Ia benar. Kita yang mengenal Allah mengetahui bahwa bahkan yang
terbaik dari diri-Nya pun sudah diberikan kepada kita 2000 tahun yang
lalu. Jadi, mengapa kita begitu khawatir
akan segala perkara yang sedang kita alami saat ini jika kita menyadari
bahwa anugerah yang terbesar pun sudah diberikan-Nya kepada kita? Apa
lagi yang dapat mengalahkan kekhawatiran kita dibanding dengan ancaman kebinasaan jiwa? Jadi, mari kita mulai menghitung berkat-berkat Tuhan mulai dari sekarang untuk dapat memancarkan kehidupan yang memuliakan Allah dan menjadi berkat bagi sesama. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar