Kita dipanggil untuk berdoa untuk membina hubungan yang intim dengan Tuhan dan berdoa bagi sesama kita sebagai bukti kasih kita pada sesama terutama yang terhilang dan tengah berbeban berat
Selasa, 14 Juli 2015
PENGINJILAN SEBAGAI GAYA HIDUP
PENGINJILAN SEBAGAI GAYA HIDUP
Tulisan ini tidak bermaksud untuk menggurui, tetapi lebih kepada berbagi pengalaman bagaimana ketika dahulu saya membagi Injil dalam pekerjaan.
Apakah penginjilan itu?
Penginjilan adalah memberitakan tentang karya Kristus yang sudah mati karena dosa-dosa kita, dikuburkan, dan dibangkitkan pada hari yang ketiga (1 Korintus 15:3-4), serta menantang orang untuk bertobat dari dosanya (Kisah Para Rasul 26:18), lalu mengharapkan dia percaya pada karya Kristus itu, untuk kemudian menerima-Nya sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi sehingga ia memperoleh hidup yang kekal (Yohanes 20:30-31).
Mengapa kita harus memberitakan Injil?
1. Sebagai orang percaya, sejak kita percaya, kita sudah ditetapkan sebagai saksi (Kisah Para Rasul 1:8). Oleh karena itu, sangat tidak wajar bila kita tidak memberitakan apa yang telah kita alami (1 Yohanes 1:3). Kesaksian kita itu sangat dibutuhkan orang karena menentukan nasib orang -- apakah mereka akan selamat atau binasa (Markus 16:15-16).
2. Tuhan memerintahkan ini (Markus 16:15-16) sehingga kalau kita tidak memberitakan Injil, kita tidak taat pada perintah Allah.
3. Memberitakan Injil Kristus adalah kemurahan. Siapakah kita ini sehingga layak menyampaikan berita agung itu, tetapi justru kepada kita disampaikan berita itu dan dipercaya untuk menyampaikannya pada orang lain? (1 Tesalonika 2:4).
Penginjilan sebagai gaya hidup.
Oleh karena alasan-alasan tersebut, sebenarnya tugas penginjilan itu melekat pada diri kita. Tidak bisa tidak, kita harus menginjili. Bahkan, Rasul Paulus berkata, "Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil." (1 Korintus 9:16) Injil itu tinggal dalam hidup kita, maka penginjilan sebagai gaya hidup adalah bahwa pikiran, sikap, kata-kata, tindakan kita adalah ekspresi dari Injil itu. Kita memberitakan Injil kapan pun, kepada siapa pun, di mana pun berada, baik atau tidak baik waktunya, karena Injil adalah hidup, dan hidup kita dipengaruhi oleh Injil itu.
Penginjilan di tengah pekerjaan.
Sebenarnya, secara prinsip, di mana pun kita menginjili sama dengan:
1. melakukan pendekatan,
2. memberitakan Injilnya dan menantang orang untuk percaya kepada Kristus,
3. meneguhkan keyakinan keselamatannya.
Walaupun kita tahu bahwa semua ini kita lakukan dengan bergantung pada Roh Kudus, tetapi secara teknis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menginjili dalam konteks pekerjaan:
1. Pada tahap pendekatan, karena teman kerja adalah bagian dari orang yang kita temui setiap hari yang melihat hidup kita, kita perlu memiliki cara hidup yang baik dalam kata-kata, tindakan, dan pikiran/ide-ide. Kesaksian hidup yang baik menjadi daya tarik di tengah dunia pekerjaan yang cenderung berkompromi terhadap dosa. Selain itu, biasanya dalam dunia pekerjaan yang sering menjadi pokok pembicaraan adalah tentang anak, suami, istri, pekerjaan itu sendiri, kedudukan/pangkat, dan materi. Untuk itu, jadilah pendengar yang baik bagi rekan kerja kita yang curhat tentang pokok-pokok itu. Orang senang bila ada yang mau mendengarkan sehingga bisa menjadi pintu masuk untuk menyampaikan Injil. Penting juga untuk memiliki sikap hati yang rela untuk membantu/melayani karena sering kali dalam dunia kerja, segala sesuatu diukur/diperhitungkan berdasarkan uang; menghasilkan atau tidak, untung atau rugi, dsb..
2. Jika kedekatan dan keterbukaan sudah terbangun, kita bisa mulai masuk untuk membagikan Injil itu kepada rekan kita. Yang penting beranilah, jangan sungkan, pakewuh, takut, ragu. Saya dulu pun mengalami (bahkan sampai sekarang). Teknisnya bisa dilakukan dengan menjelaskan Injil melalui ilustrasi jembatan, traktat, menceritakan kesaksian pribadi kita ketika diselamatkan atau kombinasi dari berbagai cara tersebut, kemudian menantang orang untuk percaya pada Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadinya.
3. Meneguhkan keyakinan keselamatannya. Jika rekan kita mau percaya, kita bersyukur karena kita sudah dilayakkan Allah untuk memberitakan Injil. Jika mereka belum mau percaya atau belum mau merespons berita Injil itu, sikap kita selanjutnya haruslah tetap mengasihi/bersahabat/menolong.
Agar penginjilan terus ada dalam hidup kita, kita perlu mendoakan dan merencanakan dengan konkret kepada siapa, dengan cara apa, kapan dilakukan, di mana (apakah cukup di kantor, di rumahnya, atau di tempat lain), dan dengan cara bagaimana? Akhir kata, kita harus terus mengingat bahwa memberitakan Injil adalah suatu kemurahan dan anugerah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar