SUKU SUMBAWA
Suku Sumbawa atau Tau Samawa adalah suku yang
mendiami bagian barat pulau Sumbawa di provinsi Nusa Tenggara Barat,
Indonesia, yang luas wilayahnya adalah 8.493 km2. Sebagian besar
wilayahnya terdiri atas perbukitan dan pegunungan. Suku Sumbawa tersebar
di kabupaten Sumbawa dan kabupaten Sumbawa Barat, yang meliputi
kecamatan Empang hingga kecamatan Taliwang dan Sekongkang, termasuk 38
pulau kecil di sekitarnya. Batas Utara kedua daerah kabupaten ini Laut
Flores, batas Selatan adalah Samudra Indonesia, batas Barat adalah Selat
Alas, dan batas Timur adalah kabupaten Dompu. Populasi suku Sumbawa
adalah sebesar 500.000 orang.
Seiring berjalannya waktu, suku
Sumbawa mengalami percampuran dengan etnis dari Jawa, Sumatera,
Sulawesi, Kalimantan, China, dan Arab. Suku Sumbawa yang telah bercampur
dengan etnis lain biasanya bermukim di dataran rendah dan daerah-daerah
pesisir, sedangkan suku Sumbawa asli menempati dataran tinggi
pegunungan seperti Tepal, Dodo, dan Labangkar.
Suku Sumbawa pada
umumnya bertani, mencari ikan, berburu, meramu hasil hutan untuk
dijadikan bahan makanan, dan beternak. Beberapa produk andalan yang
menjadi maskot bagi Sumbawa adalah madu lebah, mutiara, dan kekayaan
flora-fauna berupa kayu gaharu, kuda, dan rusa yang mulai terancam punah
akibat perburuan liar.
Suku Sumbawa berbicara dalam bahasa
Sumbawa yang menjadi bahasa persatuan atau bahasa pengantar percakapan
sehari-hari. Namun, suku Sumbawa memiliki beberapa dialek, seperti
dialek Taliwang-Jereweh-Tongo, dialek Samawa, Baturotok (Batulante),
dialek Taliwang, Jereweh, dialek Tongo, dll..
Bukti-bukti
arkeologis di Sumbawa yang berupa sarkofagus, nekara, dan menhir
mengindikasikan bahwa Sumbawa Purba telah memiliki kepercayaan dan
bentuk-bentuk ritual penyembahan kepada arwah nenek moyang mereka.
Konsep-konsep tentang kosmologi dan perlunya menjaga keseimbangan antara
dirinya dan makrokosmos terus diwariskan lintas generasi hingga
masuknya kebudayaan Hindu-Buddha dan Islam di Sumbawa.
Diperkirakan,
agama Hindu-Buddha berkembang pesat di kerajaan-kerajaan kecil Sumbawa
sekitar dua ratus tahun sebelum masuknya kerajaan Majapahit ke wilayah
Sumbawa. Saat ini, suku Sumbawa mayoritas memeluk agama Islam. Sebagian
kecil masyarakat suku Sumbawa menganut aliran Islam Wetu Telu. Aliran
Islam Wetu Telu ini agak berbeda dengan agama Islam pada umumnya.
Menurut Zolinger, agama Islam masuk ke pulau Sumbawa antara tahun 1450
-- 1540 yang dibawa oleh para pedagang Islam dari Jawa dan Melayu,
khususnya Palembang. Setelah kerajaan Majapahit runtuh, proses
pengenalan ajaran Islam oleh para mubaligh pada tahun-tahun awal abad
ke-16 semakin mudah. Penaklukan Karaeng Moroangang dari Gowa-Sulawesi
tahun 1618 atas kerajaan Dewa Maja Paruwa (Utan), sebagai kerajaan
terakhir yang bersedia memeluk Islam, menghasilkan sumpah "adat dan
rapang Samawa" (contoh-contoh kebaikan), yaitu mereka tidak akan
diganggu gugat sepanjang raja dan rakyatnya menjalankan syariat Islam.
Meski
sudah menjalankan agama mayoritas, dalam praktik keseharian mereka
masih percaya pada makhluk-makhluk halus yang dianggap bisa mendatangkan
musibah bencana dan penyakit. Mereka percaya adanya baki atau makhluk
halus yang tinggal di hutan dan di pohon-pohon besar, kono atau makhluk
halus yang sering berkeliaran di tempat-tempat sepi di siang hari, dan
leak atau orang jahat yang bisa berubah menjadi binatang dan gemar
memakan ketuban serta minum darah bayi yang baru dilahirkan.
Sistem
kekerabatan dan keturunan suku Sumbawa adalah bilateral, yaitu sistem
penarikan garis keturunan berdasarkan garis silsilah nenek moyang
laki-laki dan perempuan. Dalam sistem kekerabatan suku Sumbawa, ada dua
istilah:
- "misaleaq": saudara tua ayah atau ibu.
- "nde": saudara yang lebih muda dari ayah atau ibu.
Kelompok
keluarga yang lebih luas ialah "pata", yaitu kerabat dari laki-laki
atau wanita yang ditarik dari kakek atau nenek moyang sampai derajat
keenam sehingga dalam masyarakat Sumbawa dikenal sepupu satu, sepupu
dua, sampai sepupu enam.
Tata cara perkawinan dalam masyarakat
Sumbawa diselenggarakan dengan upacara adat yang kompleks, mirip dengan
prosesi perkawinan adat Bugis-Makassar yang diawali dengan bakatoan
(bajajak), basaputis, nyorong, dan upacara barodak pada malam hari
menjelang kedua calon pengantin dinikahkan. Upacara barodak ini
mengandung unsur-unsur kombinasi ritual midodareni dan ruwatan dalam
tradisi Jawa.
Untuk menjangkau suku Sumbawa, bahan-bahan berikut ini kiranya dapat kita gunakan sebagai referensi:
a. Audio kisah-kisah dalam Alkitab dan pelajarannya: http://globalrecordings.net/en/language/2817
b. Profil suku Sumbawa di situs SABDA: http://misi.sabda.org/suku-sumbawa-nusa-tenggara
c. Profil suku Sumbawa di situs wikipedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Sumbawa
POKOK DOA
1.
Mari kita berdoa kepada Bapa di surga agar pintu-pintu penginjilan
terbuka lebar bagi para utusan Injil untuk menyampaikan kabar
keselamatan bagi suku Sumbawa.
2. Berdoalah kepada Tuhan Yesus
agar masyarakat suku Sumbawa yang masih terikat dengan kepercayaan kuno
dibebaskan dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat
mereka.
3. Doakan kiranya Tuhan Yesus terus menambahkan pekerja
yang bijaksana dalam memanfaatkan berbagai traktat dan media penginjilan
untuk menjangkau suku Sumbawa.
Dirangkum dari:
1. _____. "Suku Sumbawa, Nusa Tenggara Barat". Dalam http://protomalayans.blogspot.com/2012/11/suku-sumbawa-nusa-tenggara-barat.html
2. Fikhsan, Didi. "Nilai - Nilai Budaya Pada Suku Bima, Sumbawa, Dan Dompu". Dalam http://didifikhsan-fisip10.web.unair.ac.id/artikel_detail-62581-Umum-Nilai%20%20Nilai%20Budaya%20Pada%20Suku%20Bima,%20Sumbawa,%20Dan%20Dompu.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar