SUKU KAILI
Suku Kaili adalah salah satu suku di Indonesia yang
mendiami provinsi Sulawesi Tengah. Ada banyak versi cerita mengenai asal
usul nama Kaili. Salah satunya adalah berasal dari nama pohon dan buah
Kaili yang umumnya tumbuh subur di daerah ini, terutama di tepi sungai
Palu dan teluk Palu. Menurut cerita daerah itu, di kampung Bangga ada
sebuah pohon Kaili yang tumbuh menjulang tinggi yang banyak digunakan
pelaut sebagai panduan dalam menentukan arah ke pelabuhan Banggai. Suku
Kaili memiliki wilayah yang cukup luas, bahkan terbesar di Sulawesi
Tengah. Dalam sejarah, suku ini dulunya adalah sekelompok orang yang
turun dari dataran tinggi Sulawesi Tengah ke lembah-lembah sampai
pesisir hingga membentuk komunitas yang besar. Jangkauan peradaban suku
ini sangat luas, yang meliputi wilayah kabupaten Donggala, kabupaten
Sigi, dan kota Palu, di seluruh daerah di lembah antara gunung Gawalise,
gunung Nokilalaki, Kulawi, dan gunung Raranggonau. Mereka juga menghuni
wilayah pantai timur Sulawesi Tengah, meliputi kabupaten
Parigi-Moutong, kabupaten Tojo-Una Una, dan kabupaten Poso. Masyarakat
suku Kaili mendiami kampung/desa di teluk Tomini, yaitu Tinombo,
Moutong, Parigi, Sausu, Ampana, Tojo, dan Una Una. Sedangkan di
kabupaten Poso, mereka mendiami daerah Mapane, Uekuli, dan pesisir
pantai Poso.
Kepercayaan Suku Kaili
Suku Kaili merupakan
salah satu suku tertua yang ada di Indonesia. Sebagaimana suku tertua,
mayoritas masyarakat dalam suku ini menganut animisme yang percaya
kepada benda-benda seperti batu, pohon besar, dsb.. Mereka juga percaya
kepada dewa-dewa. Sebagian suku Kaili ada yang percaya kepada tuhan
(Dewa) yang disebut Tomamuru (sang pencipta), Buriro (penyubur tanah),
dan Tampilangi (penyembuhan). Namun, sejak agama Islam masuk dan
tersebar di antara suku ini, perlahan mereka meninggalkan kepercayaan
animisme dan beralih ke ajaran Islam. Salah satu orang yang berperan
besar dalam mengajar dan menyebarkan ajaran Islam adalah keturunan raja
Minangkabau, yaitu Abdul Raqi. Perkembangan Islam di suku Kaili sangat
cepat sehingga dipastikan mayoritas suku Kaili menganut ajaran Islam.
Kehidupan Masyarakat
Pada
zaman dahulu, lapisan sosial masyarakat suku Kaili terbagi menjadi
beberapa golongan. Di antaranya golongan raja dan turunannya (madika),
golongan bangsawan (to guru nukapa), golongan orang kebanyakan (to dea),
dan golongan budak (batua). Selain itu, mereka juga memandang tinggi
golongan sosial berdasarkan keberanian (katamang galaia), keahlian
(kavalia), kekayaan (kasugia), kedudukan (kadudua), dan usia (tetua). Di
dalam masyarakat ini terdapat tiga pola pemukiman adat, yakni Ngapa
(pola pemukiman mengelompok padat), Boya (pengelompokan komunitas kecil
menyebar), dan Sampoa (tempat berlabuhan). Upacara-upacara adat
merupakan kekhasan yang dimiliki suku Kaili. Mata pencaharian utama suku
Kaili adalah bercocok tanam di sawah maupun di ladang. Sementara itu,
bagi mereka yang tinggal di pesisir, mata pencarian mereka adalah
nelayan dan berdagang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar