KEKUATAN DOA DALAM PENYEMBUHAN
Aku dan suamiku merasa letih pada hari Natal
itu. Sebagai dosen, kami telah menyerahkan nilai-nilai semester
sebelumnya pada musim gugur. Kami segera menyiapkan beberapa kopor dan
mengajak anak-anak
untuk mengadakan perjalanan ke rumah kakek dan nenek mereka di
California. Suamiku, David, tergores jarinya ketika ia menutup kopor.
Jarinya tak berdarah dan ia pun tak menghiraukannya. Ketika kami akan
berangkat, ayahku
menelepon dan mengatakan bahwa ibunya, yaitu nenekku, baru saja
meninggal dunia. Pemakamannya akan dilangsungkan segera sesudah hari
Natal.
Pada Malam Natal, David mengatakan bahwa dia merasa sakit di bawah lengannya. Akan tetapi, ia berpikir bahwa sakit
itu akan hilang dengan sendirinya. Selanjutnya, kami berkumpul dan
membuka sumbangan simpati bersama anak-anak kami dan orang-orang yang
datang pada acara pemakaman. Tiba-tiba, David gemetar dan harus
berbaring ketika hadiah terakhir dibuka. Dua hari berikutnya, kondisi
David memburuk. Badannya terasa sakit, terutama lengannya. Ia hampir
tidak bisa menahan rasa sakitnya dan akhirnya muntah-muntah. Aku
menelepon dokter kami di Utah. Menurut dokter, David mungkin terserang
influenza. Pada Selasa pagi, aku merasa bahwa David bisa ditinggalkan
selama satu jam. Kami pergi ke gereja untuk pemakaman Nenek. Lagi pula, aku ikut berbicara pada acara pemakaman itu. David bisa mengurus dirinya untuk beberapa saat.
Acara pemakaman itu bisa menjadi sarana reuni yang hangat dengan saudara-saudaraku. Aku adalah cucu perempuan
yang paling tua sehingga aku berbicara mewakili semua cucu perempuan.
Nenek meninggal dunia pada usia 94 tahun. Menurutku, ia mempunyai hidup
yang panjang dan produktif. Para wanita dari keluarga Waite adalah pribadi-pribadi yang kuat. Ketika aku duduk, seorang tetangga memberiku sebuah kertas berisi pesan singkat yang dikirim oleh gereja bahwa suamiku telah dibawa ke rumah sakit dengan ambulans.
Ketika aku tiba di rumah sakit, aku mendapatkan David di ambang kematian. Ia hampir tidak sadar. Akan tetapi, ia cukup sadar untuk merasakan sakit
yang hebat. Di tengah rasa sakit yang luar biasa, ia mengatakan
kepadaku bahwa badannya mulai membeku beberapa saat setelah kami
meninggalkannya. Ia merasakan ada suara yang memperingatkannya, "Anda
memerlukan ambulans sekarang." Setelah mendengarkannya beberapa kali, ia
merangkak ke telepon dan memutar 911. Operator berusaha agar David
tetap sadar dan berbicara. Akan tetapi, David akhirnya meletakkan
telepon. Ia merangkak ke pintu depan dan membuka kuncinya. Kemudian, ia
berbaring di sofa. Paramedis menemukannya dalam keadaan hampir tidak
sadar dengan denyut nadi yang tak dapat dideteksi. Akhirnya, mereka
melarikannya ke rumah sakit.
Beberapa tes dilakukan, termasuk
di dalamnya tes dengan sinar X dan USG. Para dokter bingung karena
mereka tak dapat mendiagnosis masalahnya. Ketika selesai menjalankan
pemeriksaan MRI, ia memperlihatkan suatu tanda berwarna hitam keunguan
di salah satu sisi badannya. "Apakah ia mabuk di jalan kecil semalam?
Apakah seseorang menendangnya?" mereka bertanya. Aku meyakinkan mereka
bahwa itu bukan penyebabnya. Para dokter memanggilku setelah mereka
berdiskusi selama beberapa menit lagi.
"Kami rasa, kami tahu penyebabnya. Ini mungkin 'necrotizing fasciitis', atau lebih dikenal sebagai bakteri pemakan daging. Apakah Anda pernah mendengarnya?"
"Tidak," jawabku.
"Ini adalah bakteri yang
mematikan. Kami akan mengoperasinya dan membedahnya dari pergelangan
tangan ke paha. Ini untuk mendeteksi jaringan yang terinfeksi. Penyakit
ini sangat jarang terjadi. Bakterinya mungkin masuk ke dalam tubuhnya
lewat luka. Apakah ia pernah mengalami luka di jari atau lengannya
akhir-akhir ini?"
"Jarinya luka terkena retsleting ketika ia menutup kopor, hanya itu."
"Ini bakteri biasa, tetapi badan
kita seharusnya bisa melakukan perlawanan. Karena sesuatu hal, bakteri
ini telah menyerang suamimu. Ia mempunyai kesempatan hidup 5 -- 10%
untuk melewatinya. Penyakitnya sangat parah. Ia akan tampak seperti
digigit ikan hiu setelah kami selesai membedahnya."
Aku tahu bahwa persentase kesempatan hidup
itu adalah cara lain untuk mengatakan bahwa suamiku mungkin akan
meninggal. "Menurutku, kesempatan hidup 10% itu tetap berharga. Marilah
kita mempertahankan
hidupnya. Marilah kita menyelamatkannya," jawabku. Semua anak kami
masuk ke dalam ruangan untuk mendoakan kesembuhan bagi ayah mereka. Di
serambi rumah sakit, para perawat membawakan kursi dan jus buat kami
agar kami tidak pingsan. Kami semua kaget karena David kelihatan dalam
keadaan sehat. Ternyata, ia di ambang maut karena suatu penyakit yang
sangat berbahaya. Saat itu, dia dalam keadaan setengah sadar. Sebelum
dioperasi, aku membisikkan sesuatu kepadanya, "Pilihlah hidup, David.
Pilihlah hidup."
Aku juga tahu bagaimana cara
memperbesar kemungkinan. Aku mengumpulkan keluargaku di ruang tunggu
kamar operasi. Kebetulan, ruang tunggu itu kosong. Kami segera berlutut
dan berdoa bersama. Aku berkata, "Bapa kami yang di surga,
dokter-dokter tidak tahu apa yang diderita David, tetapi Kau tahu.
Mereka tak tahu bagaimana menyembuhkannya, tetapi Kau tahu. Berkatilah
mereka sehingga mereka tahu bagaimana menyelamatkan tubuh David. Biarlah
kehendak-Mu yang terjadi." Kalimat yang terakhir ini sulit diucapkan.
Akan tetapi, itu harus kuucapkan karena aku tidak boleh memerintah
Tuhan.
Kemudian, aku masuk ke sebuah
ruang kantor yang dikosongkan. Atas izin rumah sakit, aku melakukan
telepon jarak jauh ke beberapa orang, yakni orangtua David, pendeta
jemaat gereja kami, teman baikku -- Beth, dan kepala bagian bahasa
Inggris universitas. Aku memohon agar mereka menelepon orang-orang yang
kami kenal dan meminta orang-orang tersebut agar berdoa untuk David:
"Dua jam setelah ini sangat menentukan hidup suamiku. Tolong doakan dia.
Aku percaya akan mukjizat dan kuasa doa." Hari itu, ratusan teman kami sedang berdoa untuk David.
Contoh ruang hiperbarik
Para dokter ahli bedah muncul
beberapa jam berikutnya dengan membawa berita baik. Ternyata, bakteri
belum menyebar seperti yang mereka duga sebelumnya. Dan, David tetap
hidup. Kami bersorak dan merasa seakan doa-doa kami telah terjawab. Akan
tetapi, David masih dalam keadaan sangat sakit dan tetap berada di
ambang kematian. Saat itu, ada sebuah tim yang beranggotakan dua belas
dokter. Mereka mempunyai spesialisasi yang berlainan. Mereka memberi
tahu kami bahwa bakteri strep A sedang menggerogoti kulit David serta
lapisan-lapisan jaringan dan otot. Infeksinya menjalar dengan kecepatan
satu inci per jam. Dokter-dokter melakukan operasi besar setiap hari.
Mereka memotong jaringan yang mati atau yang terinfeksi. David
ditempatkan di dalam ruang "hyperbaric"
selama beberapa jam setiap hari. Ruang ini bertekanan dan mempunyai
daya gravitasi lebih berat daripada yang ada dalam sistem tubuh. Ruang
ini diisi penuh dengan 100% zat asam. Tekanannya dinaikkan agar zat asam
langsung masuk ke dalam sel-selnya. David bertahan hidup dua hari lagi.
Ternyata keadaannya tidak mengalami kemajuan. Ahli bedah utama berbicara kepadaku secara jujur. "Aku mempunyai perasaan
tak enak mengenai hal ini," katanya memperingatkan. "Menurutku,
bakteri-bakteri itu telah menjalar ke leher dan jantungnya." Aku pulang
dengan keyakinan bahwa kematian David akan segera tiba. Aku harus
berpikir untuk merelakan kepergiannya. Sepanjang malam itu, aku mencoba
berdoa untuk kehidupan David. Aku juga mencoba untuk keluar dari
kegelapan yang menyelimutiku. Setelah itu, aku kembali ke rumah sakit.
Aku siap untuk mengucapkan selamat jalan kepada David bila itu yang
dikehendaki Tuhan.
Akan tetapi, aku kaget ketika mendengar berita dari ahli bedah bahwa
keadaan David berubah menjadi lebih baik. Badannya mulai bisa memerangi
bakteri.
Siang itu, ahli bedah
memberitahuku bahwa ia akan mendatangkan seseorang untuk mengamputasi
lengan David. David telah kehilangan sebagian besar kulit dan ototnya.
"Tetapi, David seorang pemain piano," aku memprotes. "Bila Anda ada di
ruang bedah, mohon diingat bahwa David adalah seorang pemain piano." Di
rumah, kami memutuskan untuk berdoa,
terutama untuk lengannya. Terus terang, aku belum pernah berdoa untuk
suatu bagian tubuh tertentu. Setiap hari selama seminggu, para ahli
bedah datang dan mereka siap untuk mengamputasi lengannya. Namun, mereka
memutuskan untuk membiarkannya karena lengan itu masih mempunyai
sejumlah jaringan yang sehat. Meskipun demikian, penyakit ini telah
menggores urat saraf utama. Kalaupun tidak diamputasi, para dokter
memprediksi bahwa lengan David akan lemah.
Beberapa hari kemudian, David
dapat menggerakkan jari dan tangannya. "Nah, kelihatannya Anda dapat
menggerakkannya, tetapi bermain piano masih diragukan. Anda pun harus
melupakan untuk bermain tenis," ahli bedah mengatakan kepadanya. "Lagi
pula, andaikata Anda tiba di lapangan tenis, Anda akan bermain seperti
orang yang sudah tua." David penuh semangat karena telah mendapatkan
hidupnya kembali. Ia segera menantang ahli bedah itu untuk bermain tenis
bila ia sudah sembuh.
David hidup.
Akan tetapi, setelah beberapa bulan kemudian, ia kehilangan hampir 50%
dari kulit di bagian atas tubuhnya. Para dokter mengganti kulit itu
dengan cangkokan kulit yang diambil dari pahanya sampai tertutup oleh
kulit yang baru. Akhirnya, ia meninggalkan rumah sakit dan pulang dengan
perayaan besar. Ketika kami tinggal berdua, aku dan David saling
memandang dan memutuskan untuk mencoba bermain piano di rumah.
Menurutku, bila ia dapat bermain beberapa nada, aku akan menganggap itu
sebagai suatu keberhasilan. Dengan kekhawatiran, David meletakkan kedua
tangannya di atas deretan tuts piano. Ia tidak tahu apa yang akan
terjadi. Apakah jari-jarinya dapat bekerja? Apakah keterampilannya
hilang untuk selamanya? Aku menahan napas. David mulai bermain. Secara
luar biasa, ia masih dapat memainkan piano dengan sangat indah. Ia
menggubah sebuah karya musik saat itu.
Akan tetapi, itu bukan akhir dari
kemajuan David. Dari Natal itu sampai ke Natal berikutnya, David
menjalani terapi fisik untuk mengembalikan kelenturan di dada, punggung,
dan lengannya. Ketika Natal berikutnya hampir tiba, kami memutuskan
untuk mengunjungi orangtuaku di masa liburan. Ini untuk membuktikan
kepada mereka bahwa kami dapat berlibur tanpa seorang pun yang sakit
atau masuk rumah sakit. Dengan semangat tinggi, David menelepon ahli
bedahnya dan mengingatkannya tentang tantangan untuk bermain tenis. Si
ahli bedah senang mendengarkan tantangannya. Pada malam Natal, David dan
dokternya bertemu di sebuah lapangan tenis. Mereka bermain ganda
melawan sepasang dokter lainnya. Ahli bedahnya bersorak setiap kali
David memukul bola. Ia memanggil dokter-dokter lain ke jaring net untuk
memperlihatkan bekas-bekas dan cangkokan kulit di sekujur tubuhnya. Pada
akhir permainan, David dan ahli bedahnya menang 40-0.
Meskipun tahun itu merupakan tahun yang sangat sulit bagi kami, masa itu merupakan masa yang kudus. Keluarga kami mengalami tiga mukjizat
melalui cinta dan doa-doa ratusan orang di sekeliling kami. David
hidup, ia tetap mempunyai kedua lengannya, serta ia dapat bermain tenis
dan memainkan sonata-sonata Beethoven.
Aku mendapati bahwa sebagian besar doa permohonanku telah berubah menjadi doa ucapan syukur.
Diambil dari: | ||
Nama situs | : | Situs Natal Indonesia |
Alamat URL | : | http://natal.sabda.org/kekuatan_doa_dalam_penyembuhan |
Judul artikel | : | Kekuatan Doa dalam Penyembuhan |
Penulis artikel | : | Delys Waite Cowles |
Tanggal akses | : | 28 April 2016 |
POKOK DOA
- Mari kita berdoa untuk setiap orang percaya yang sedang mempersiapkan Natal di mana pun mereka berada. Kiranya di dalam dan melalui setiap proses yang mereka jalani, ada sukacita besar yang senantiasa mereka rasakan karena Kristus telah lahir ke dunia.
- Mari kita berdoa untuk setiap gereja yang sedang mempersiapkan Natal. Kiranya melalui perayaan Natal yang gereja rayakan, akan ada lebih banyak orang lagi yang boleh mengenal Tuhan Yesus Kristus dan menerima Kabar Baik yang membebaskan setiap orang yang percaya.
- Berdoa juga supaya segala bentuk perizinan yang menyangkut tentang perayaan Natal di segala tempat dapat dipermudah sehingga semua orang bisa merayakan hari kelahiran Yesus Kristus ini dengan penuh sukacita.
Pada hari ini, telah lahir bagimu seorang Juru Selamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud.
(Lukas 2:11, AYT)
(Lukas 2:11, AYT)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar